Mengawali Kisah ini, Nurhalifa kembali merefleksikan saat awal ketika ia datang belajar ke Tana Intan Bulaeng.
Dulu, Nurhalifa yang akrab disapa Lifa, tidak ingin berkuliah di Sumbawa dengan alasan masih berada satu pulau dengan Bima yang menurutnya masih terlalu dekat. Awal ke Sumbawa merupakan sebuah keterpaksaan bagi Lifa karena Lifa tidak lulus di semua jalur PTN atau yang dulu dikenal dengan jalur SNMPTN, SBMPTN, SPAN-PTKIN, UM-PTKIN (Jalur khusus untuk alumni sekolah Madrasah) dan Sekolah Statistik jalur ikatan dinas. Beberapa kali Lifa mendaftar jalur mandiri di kampus-kampus negeri namun orang tua dan saudaranya tidak menyetujui karena alasan biaya sekolah yang relatif tinggi dan tidak sesuai dengan kemampuan keluarganya. Hal ini membuat Lifa sempat putus asa dan ingin untuk Gap year saja. Tapi lagi-lagi semangat Lifa tidak berhenti sampai disitu. Ia coba mencari informasi seputar kampus negeri yang masih membuka pendaftaran dengan Jalur Beasiswa. Namun masih ada saja kendalanya, Lifa belum berjodoh juga dengan kampus negeri tersebut. Takdir membawa Lifa untuk berkenalan dengan kampus yang ada di sumbawa, meskipun dengan rasa tidak ikhlas Lifa memutuskan untuk coba mendaftar. Semenjak itu, Lifa mengenyam pendidikan di Tana Samawa dengan bantuan Beasiswa Bidikmisi, beasiswa yang sangat membantu pendidikannya sebagai mahasiswa yang lahir dari keluarga kurang mampu.
Sedikit Lifa mulai bercerita tentang keluarganya. Kedua orangtua Lifa adalah sosok yang sederhana yang sehari-harinya berprofesi sebagai petani di Bima. Walaupun jauh dari kata berkecukupan, namun mereka berusaha keras menyekolahkan anak-anaknya termasuk Lifa yang merupakan anak terakhir Dari 5 bersaudara. Di tahun 2018 Lifa lulus dari Madrasah Aliyah Negeri 2 Kota Bima, dan di tahun yang sama Ke-Empat saudara Lifa saat itu masih berkuliah di kampus yang berbeda-beda. Kakak Lifa yang pertama sedang menempuh S2 Promosi Kesehatan di Universitas Diponegoro, tapi alhamdulillahnya dengan bantuan LPDP, jadi tidak memberatkan orangtua, Kakak kedua merupakan Fresh Graduate sarjana Agribisnis dari UNISMUH Makassar saat itu, Kakak yang ketiga sedang menempuh S1 Tekpend di UNM Makassar, Kakak yang keempat Sedang menempuh S1 Pendidikan Teknologi dan Informasi di STKIP Taman Siswa Bima. Hal ini membuat Orang tua Lifa yang hanya sebagai petani kesulitan membiayai kuliah Lifa dan saudaranya. Karena Lifa tahu ini pasti sulit ,ayahnya mencari biaya tambahan kebutuhannya bahkan sampai mencari pinjaman untuk anak-anaknya di rantauan. Hal inilah yang membuat Lifa pun awalnya keberatan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi saat itu. Sangat tidak disangka, hari ini merupakan suatu kesyukuran bagi Lifa bisa menyelesaikan pendidikan S1 Sosiologi di Universitas Teknologi Sumbawa yang artinya, kini lima anak petani tersebut bisa menyelesaikan studi dan menyandang gelarnya masing-masing.
Saat awal-awal kuliah, Lifa di beri kesempatan untuk menetap di asrama selama setahun. Ia bersama mahasiswa lain yang tinggal di asrama menikmati suasana Olat Maras di siang dan malam selama lebih dari 365 hari. Ini adalah hiburan bagi Lifa dan mahasiswa asrama lainnya. Terkadang ketika mereka kesusahan air karena tampungan air yang sudah habis, mereka memanfaatkan aliran sungai di dekat asrama seadanya. Begitu pula dengan bahan makanan, karena lokasi asrama yang jauh dari perkampungan dan pasar, sedangkan mereka tidak punya kendaraan. Karena situasi itu, Lifa sering mencari sayur seadanya yang tumbuh di sekeliling asrama. Buah pare kecil, Sayur Kelor, Air Asam, Terong Kecil, dan segala macam buah dan sayur di kebun sekitar asrama akan ia dan kawannya buru. Sampai makanan yang tidak pernah di makan sebelumnya, mereka coba untuk santap bersama, karena jika satu orang keracunan, semua pasti mengalami hal serupa. Jadwal makan sekali sehari pun sudah biasa ia jalani. “Rasa lapar itu hilang ketika melakukan berbagai hal di kampus. Tapi, ketika pulang ke asrama perut ini seakan punya band musik sendiri saking berisiknya. Benar yah kata Mark Manson bahwa “rasa sakit dan penderitaan itu bukanlah hama dalam sebuah proses dan evolusi manusia, justru itu menjadi sebuah keistimewaan. Karena itu akan menjadi komoditas paling efektif dalam mendorong sebuah aksi”. Setidaknya dari hal yang tak enak yang kita rasa, hal tak nyaman kita lalui, itu akan semakin menumbuhkan atma untuk kita terus bergerak dan menghargai sebuah proses. Yang penting jangan sampai cepat menyerah walau di hantam bertubi-tubi oleh masalah, jangan sampai harapan itu habis meski di gerus sampai terkikis oleh keadaan. Pelan-pelan di usahakan langkah yang bertatih pun pasti akhirnya mulai terlatih. ” tutur Lifa.
Dari yang awalnya dengan perasaan terpaksa datang berkuliah ke Sumbawa, akhirnya ia berhasil nyaman berkuliah di kampus UTS. “Ini semua berkat dosen-dosen sebagai pendidik hebat saya yang membuat mahasiswanya takjub dengan apa yang diajarkan, dibagi, dan diberi selama menempuh pendidikan di kampus. Terimakasih banyak untuk semuanya. Apa yang kami dapatkan selama menjadi mahasiswa akan mengiringi langkah kami kemanapun itu dan semoga kami bisa menjadi sebuah kebaikan dari ilmu yang kami dapatkan.”
Selama kuliah, karena tidak ingin di cap sebagai mahasiswa kupu-kupu atau kura-kura dan sejenisnya, meski merasa khawatir akan dirinya yang introvert dan sedikit pengetahuan, ia mencoba keluar dari zona itu dengan mengikuti berbagai organisasi Intra dan Ekstra Kampus. Setelah menggeluti berbagai organisasi membuat Lifa belajar banyak hal yang tidak ia dapatkan di dalam ruangan kelas . Hal ini membuat Lifa sadar betapa banyak yang harus ia ketahui, dan masih banyak hal yang harus dipelajari. “Bahwa apa yang kita peroleh lewat teori yang di ajarkan di kelas bukan hanya sampai di ujung kepala gading lalu tidak menuju pada kebermanfaatan-kebermanfaatan. Dan yups, semakin naik semester samasa kuliah semakin disadarkan, oh begini ya kuliah banyak gak enaknya tapi tertutupi dengan kita memaknai sebuah proses. Karena saat itu kita merasa semakin banyak orang yang di temui, semakin ingin survive dan semakin banyak hal yang membuat kita sadar bahwa sejatinya kita mesti terus belajar dan belajar.”
Selain ingin mengikuti organisasi sebagai mahasiswa, Lifa ingin benar-benar menjiwai peran sebagai mahasiswa karena sudah di beri kesempatan untuk menjadi seorang mahasiswa. Terkadang saat masa libur kuliah, Lifa lebih memilih tidak pulang kampung saat yang lain pulang kampung. Karena mempertimbangkan harga tiket transportasi, ia memilih mengikuti kegiatan-kegiatan apapun yang ada. Tak jarang, banyak menyebutnya sebagai anak kampus. Itulah Lifa, ia merasa banyak hal yang bisa didapat di kampus ini, berdiskusi dengan dosen, mengikuti seminar atau workshop yang diadakan oleh kampus. Karena haus ilmu itulah yang membuat ia merasa ada saja hal baru yang bisa didapatkan. Sempat juga ia mencari kerja paruh waktu untuk mengisi libur kuliahnya. “Jika ada libur panjang berminggu-minggu bahkan sampai 2 bulan, saya berusaha mencari kerja untuk mengisi waktu libur. Biasanya saya bergabung menjadi tim survey saat di ajak oleh dosen-dosen. Lumayan buat nambah uang belanja. Pernah saya kerja paruh waktu di warung makan dan tempat isi ulang air karena kebetulan warungnya menyediakan tempat penginapan dan makanan sehari-hari. Jadi saya tak perlu lagi cari kost-kostan dan gak susah lagi kalo masalah makan. Tapi sayangnya saya hanya bisa kerja satu bulan ditempat itu karena harus menjalani program Kuliah Kerja Nyata dari kampus.”
Suka duka selama kuliah Lifa rasakan begitu sangat mendewasakan, banyak hal yang dilalui, walaupun sedari SMA Lifa terbiasa jauh dari orang tua tapi tetap saja perjalanan perkuliahan jauh lebih indah. Sedari kecil Lifa biasa memilih dan memutuskan sesuatu sendiri. Orang tuanya akan mendukung penuh untuk setiap hal yang Lifa jalani selagi itu adalah hal yang baik. Terkadang banyak hal yang mesti di jelaskan ulang pada mereka untuk membuat mereka mengerti saat meminta restu dan dukungan. Karena bagi Lifa Do’a orang tua adalah senjata utama dalam setiap langkah yang ia tempuh. Sejauh ini orang tualah yang menjadi motivasi utama ketika sedang mengusahakan sesuatu dalam hidupnya. Termasuk salah satu motivasi dibalik prestasi Lifa ketika meraih IPK Tertinggi dan lulus pada Program Studi Sosiologi tahun 2022. Ini merupakan bagian dari do’a dan dukungan kedua orang tua Lifa.
“Meski anak petani, teruslah merawat mimpi-mimpi kita. Maksudnya adalah mimpi saat kita terjaga bukan mimpi yang sering diucapkan tanpa beban saat kita masih kecil. Karena tugas kita saat ini adalah merawat mimpi itu dan berusaha untuk mewujudkannya melalui usaha-usaha kecil yang kita jalani mulai saat ini. Jangan sampai mimpi-mimpi itu tergerus oleh keadaan dan realitas. Dan jangan pernah berputus asa hanya karena keterbatasan materi dan finansial apalagi hanya karena kondisi lingkungan. Kitalah yang harus mengubah kondisi atau lingkungan itu. Jangan lari apalagi menghindar. Semoga kita sama-sama bisa mewujudkan mimpi dan harapan kita masing-masing. “Walaupun kita dari orang kecil tapi mimpi kita harus besar”. Begitulah kira-kira salah satu pesan dari pendiri kampus ini yang selalu saya ingat sampai kapanpun.”