Mataram, 30 Okt : Dosen Sosiologi Universitas Teknologi Sumbawa, Fahrunnisa, S.Sos., M.Si, mendapat pendanaan dari Yayasan Penabulu dalam program We For JET (Women and Vulnerable Group Lead on Transformative Just Energy in Indonesia) yang didukung oleh DFAT atau Department of Foreign Affairs and Trade (Departemen Luar Negeri dan Perdagangan) di Australia, melalui kemitraan dengan Oxfam di Indonesia.
Dalam penelitian tentang Menakar Kesetaraan Gender Disabilitas & Inklusi Sosial Dalam Transisi Energi Berkeadilan di Nusa Tenggara Barat, Fahrunnisa memperoleh dukungan secara penuh dari mitra. “Transisi energi merupakan agenda global yang mendesak, namun tidak boleh mengabaikan aspek sosial,” ujar Fahrunnisa. “Kita perlu memastikan bahwa transisi ini adil dan inklusif, terutama bagi perempuan dan kelompok rentan yang seringkali terpinggirkan.” Penelitian yang dilakukan oleh Fahrunnisa berangkat dari kenyataan bahwa NTB, yang berkomitmen untuk mencapai Net Zero Emission pada tahun 2050, memiliki potensi besar dalam energi terbarukan seperti panas bumi, air, tenaga surya, dan angin. Namun, di sisi lain, NTB masih menghadapi Peluang dalam akses energi modern, tingginya penggunaan energi fosil di sektor perumahan, dan kesenjangan pengetahuan mengenai transisi energi di kalangan masyarakat.
“Saya ingin memahami bagaimana kebijakan dan program transisi energi di NTB dapat mendukung partisipasi perempuan dan kelompok rentan,” jelas Fahrunnisa. “Riset ini akan menganalisis program kerja yang melibatkan perempuan, disabilitas, dan kelompok rentan dalam transisi energi, serta mengeksplorasi peluang dan tanta-ngan dalam mengintegrasikan pendekatan GEDSI JET dalam kebijakan dan program kerja transisi energi berkeadilan di NTB.”
Riset yang dilakukan oleh Fahrunnisa bertujuan untuk memahami pentingnya transisi Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam menekan emisi karbon sebagai bagian dari komitmen global Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission. Transisi EBT harus mempertimbangkan resiko, peluang sosial, ekonomi, dan dampak lingkungan bagi semua pihak terkait, serta dilakukan melalui pendekatan “Transisi Energi Berkeadilan” yang didorong oleh Perjanjian Paris dan Presidensi G20.
Melalui riset ini, Fahrunnisa berharap dapat memberikan sumbangsih positif dalam kebijakan dan regulasi yang mendukung peran perempuan dan kelompok rentan dalam transisi energi berkeadilan di Provinsi Nusa Tenggara Barat. “Saya percaya bahwa dengan melibatkan perempuan dan kelompok rentan dalam proses transisi energi, kita dapat membangun masa depan yang lebih baik dan berkelanjutan untuk semua,” pungkasnya.